Jumat, 07 Februari 2014

Sepotong Cerita dari Samosir






Salah satu dari sekian banyak hal menakjubkan yang saya dapatkan dari traveling adalah momen-momen saat saya bisa berinteraksi dengan masyarakat lokal dari setiap tempat yang saya datangi. Berbaur dengan orang-orang baru di luar sana yang memiliki beragam karakter, kebiasaan, dan budaya benar-benar mampu membuka wawasan, memberikan banyak pelajaran hingga pencerahan. Saya merasakan benar bahwa hal tersebut berdampak sangat positif dalam mengubah cara pandang saya terhadap kehidupan. Saya bisa menjadi lebih bijak dan positif dalam memandang segala hal, lebih menghargai diri sendiri dan eksistensi orang-orang di sekitar saya, lebih toleran terhadap segala macam perbedaan, lebih kuat mental menghadapi segala kemungkinan, dan yang terpenting, semakin menyadarkan saya bahwa banyak orang-orang istimewa di luar sana dan beruntungnya saya bisa bertemu mereka.

Keberuntungan itu pun saya rasakan saat saya bisa menginjakkan kaki di Pulau Samosir, Sumatera Utara bulan Januari 2014 lalu, dan berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat di sana. Tak dinyana, saya langsung mengagumi tempat ini! Bukan semata pada pesona Danau Toba atau panorama alam-nya, tetapi juga pada keramahan dan keterbukaan penduduknya. Jadi, kalau selama ini ada persepsi bahwa orang Batak itu galak, agak temperamental atau keras, tidak terbukti sama sekali. Di tanah Batak-nya sendiri, kebanyakan penduduk lokal justru sangat-sangat ramah, hangat, dan terbuka menjalin komunikasi dengan “orang luar” yang datang berkunjung. See... ini yang saya bilang, traveling bisa mengubah cara pandang!

Bocah-bocah pengamen di atas kapal penyeberangan dari Parapat menuju Samosir







Kekaguman saya terhadap Pulau ini makin memuncak, saat saya berjumpa dan berinteraksi dengan bocah-bocah lokal Samosir. Tuhan... beruntungnya saya bisa bercanda tawa dengan bocah-bocah tangguh ini! Yah... saya bilang mereka bocah-bocah tangguh, bukan hanya dari sisi fisik tetapi juga mental. Karena, bocah-bocah yang saya jumpai ini bisa tetap ceria di tengah kondisi sulit yang memaksa mereka untuk bekerja membanting tulang di usia dini. Usia mereka masih berkisar 7 sampai 10 tahun. Namun, mereka sudah harus membantu perekonomian keluarga dengan melakoni beragam pekerjaan seperti menjadi pengamen lokal yang biasa mengamen di kapal-kapal penyeberangan antarParapat – Samosir, menjadi penangkap koin di Danau Toba, dan ada pula yang bekerja menjaga Museum Batak di daerah Tomok (salah satu kampung di Pulau Samosir). Beberapa di antara anak-anak tersebut bahkan sudah tak lagi mengenyam pendidikan alias putus sekolah lantaran lebih memilih membantu orangtuanya mencari uang. 

Pertemuan dengan anak-anak itu yang awalnya tidak disengaja, akhirnya berujung pada perkenalan dan obrolan yang cukup panjang. Dengan wajah polosnya, anak-anak tersebut tak sungkan berbagi banyak cerita pada saya. Mulai dari keseharian hidupnya, beragam hal tentang masyarakat Samosir, hingga pada satu momen, seorang anak mengatakan bahwa ia memiliki sebuah cita-cita ingin berkeliling Indonesia. “Saya juga mau seperti Kakak, jalan-jalan ke tempat lain yang jauh-jauh. Saya mau lihat Jakarta. Saya mau keliling Indonesia,” begitu katanya.

Bocah-bocah penjaga Museum Batak Tomok



Seketika itu pula saya keluarkan smartphone dari ransel dengan maksud ingin menunjukkan foto-foto perjalanan saya ke beberapa wilayah lain di Indonesia. Tak ayal, mereka pun begitu antusias memperhatikan dan menanyakan satu per satu gambar yang saya tunjukkan. Pada akhirnya kondisi ini menyadarkan saya, bahwa begitu banyak anak di pelosok-pelosok Indonesia yang memiliki mimpi seperti kita. Bermimpi ingin menikmati keindahan Indonesia dari Sabang sampai Merauke tetapi sayangnya mereka tidak seberuntung kita yang berada di kota-kota besar. Setidaknya, kita bisa mengakses berbagai informasi dan pengetahuan mengenai Indonesia dari internet atau buku-buku bacaan kapan pun kita mau. Sementara bagi anak-anak tersebut, akses teknologi dan informasi saja masih sulit dijangkau.

Bocah pencari koin di Danau Toba






Berangkat dari keprihatinan akan hal tersebut, saya dan teman-teman memutuskan untuk memberikan buku-buku bacaan tentang Indonesia kepada mereka. Tak seberapa memang, namun kami harap buku-buku tersebut dapat membuka mata dan wawasan mereka serta menumbuhkan rasa bangga dan cinta mereka terhadap negerinya, Indonesia. Sejak itu pula, saya dan teman-teman mulai berkomitmen untuk selalu “menyelipkan” misi yang sama di perjalanan-perjalanan kami selanjutnya.
 

Mengenakan aksesoris khas Batak Toba berupa ulos & ikat kepala

So here's the importance of traveling. See amazing places, meet amazing people, enjoy amazing things, and give amazing memories.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar