Sabtu, 13 Desember 2014

A History of Looking (Chapter III)

“When words become unclear, I shall focus with photographs. When images become inadequate, I shall be content with silence.” 
_Ansel Adams_











to be continued...

Kamis, 23 Oktober 2014

Mi Aceh Titi Bobrok VS Mi Gomak



Danau Toba, salah satu destinasi favorit yang senantiasa menjadi pusat perhatian dan tujuan utama para pelancong yang berkunjung ke Sumatra Utara. Namun tak hanya itu, sesungguhnya Sumatra Utara masih menyimpan begitu banyak daya tarik lain yang sayang kalau dilewatkan jika Anda berkesempatan untuk menginjakkan kaki di sana. Di antara segudang daya tarik itu, salah satunya adalah aneka kuliner khas Medan yang begitu menggugah selera dan “ramah” di kantong.

Dua kuliner yang wajib Anda cicipi saat berada di Medan adalah Mi Aceh Titi Bobrok dan Mi Gomak. Atas rekomendasi seorang teman, saat traveling ke Medan pun saya sempatkan diri untuk mampir ke Kedai Mi Aceh Titi Bobrok yang konon katanya sangat populer di Medan. Kedai Mi Titi Bobrok tak sulit dijangkau karena terletak di pusat kota Medan, tepatnya di Jalan Setia Budi. Sesuai namanya, menu andalan di kedai ini adalah Mi Aceh Titi Bobrok-nya. Untuk mengobati rasa penasaran, akhirnya menu itu pula yang saya pesan, satu porsi Mi Aceh Titi Bobrok. Terdapat tiga pilihan jenis Mi Aceh, yakni kuah, goreng dan basah (tidak terlalu kering tetapi juga tidak berkuah). Pilihan saya jatuh pada jenis yang ketiga, mi basah. 


Berbeda dari khas Mi Aceh kebanyakan yang beraroma rempah sangat menusuk, cita rasa Mi Aceh Titi Bobrok justru berbeda dengan aroma rempah yang tidak menusuk dan tidak terlalu pedas. Paduan bumbu-bumbu khas Aceh-nya menghasilkan rasa gurih dan lezat yang mampu memanjakan lidah. Untuk merasakan sensasi kelezatan Mi Aceh Titi Bobrok ini, Anda hanya harus merogoh kocek sebesar Rp9.000,00 per porsi. Sebagai pencuci mulut, jangan lupa memesan jus terong Belanda khas Medan yang dijamin akan membuat Anda sedikit mengernyitkan dahi karena sensasi asam, dingin dan segarnya. Untuk segelas besar jus terong Belanda, Anda cukup mengeluarkan Rp8.000,00 saja. 

Sedikit mengulik sejarahnya, ternyata pemberian nama unik “Titi Bobrok” pada kedai ini berawal dari ketidaksengajaan. Titi Bobrok yang berarti ‘jembatan rusak’ awalnya digunakan orang-orang untuk menyebut kedai ini karena dahulunya kedai ini terletak di samping sebuah jembatan rusak. Hingga kini meskipun jembatannya sudah tak lagi rusak, sebutan “Titi Bobrok” tak berubah bahkan telah menjadi ikon kuliner di tengah masyarakat Medan. 

Bergeser dari pusat Kota Medan, tepatnya di daerah Ajibata, Kabupaten Simalungun saya mencoba kuliner khas Sumatra Utara lainnya yang tak kalah unik dan lezat, yaitu Mi Gomak. Untuk menemukan Mi Gomak tidak sulit. Banyak restoran atau rumah makan yang terdapat di Kota Siantar, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, hingga Pulau Samosir menyediakan menu ini. Tetapi bagi Anda yang muslim, sebaiknya tetap harus memastikan dulu bahwa restoran atau rumah makan yang Anda datangi memajang label halal di pintu masuknya. 


Mi Gomak merupakan masakan khas tanah Batak Toba. Tak kalah dengan Mi Titi Bobrok, Mi Gomak juga menyimpan cerita unik dibalik namanya. Bahkan ada beragam versi yang muncul mengenai asal usul nama “Gomak” ini. Salah satunya menyebutkan bahwa mi ini dinamakan Mi Gomak karena dahulunya mi ini disajikan dengan cara digomak-gomak (‘digenggam menggunakan tangan’). Sebutan itu pun terus digunakan hingga sekarang, meskipun saat ini tidak lagi dihidangkan dengan cara digomak-gomak

Mi yang biasa dijadikan menu sarapan pagi oleh masyarakat Batak Toba ini memiliki tekstur dan cita rasa yang sangat khas. Mi-nya panjang, kenyal, berukuran lebih lebar dari lidi, berwarna agak oranye dan sedikit mirip spageti Itali. Itu juga yang menyebabkan Mi Gomak sering dijuluki spageti Batak. Kuahnya mirip gulai, bersantan tetapi tidak terlalu kuning, dan rasanya gurih. Yang membuat cita rasa khas Batak makin kentara dari masakan ini adalah aroma dan rasa bumbu andaliman (merica khas tanah Batak). Mi Gomak biasa disajikan dengan taburan kerupuk merah dan tambahan kuah tauco berisi irisan cabai hijau. Untuk menikmati kelezatan spageti Batak ini sebagai menu sarapan pagi, Anda hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp10.000,00 untuk satu porsi ditambah Rp3.000,00 untuk segelas teh manis hangat. Harga yang terbilang sangat murah untuk menikmati sensasi sarapan pagi istimewa ditemani panorama Danau Toba yang indah dan hangatnya matahari pagi.

Rabu, 24 September 2014

A History of Looking

“What I like about photographs is that they capture a moment that’s gone forever, impossible to reproduce.”
― Karl Lagerfeld










to be continued... 

Jumat, 08 Agustus 2014

Ini Dia Museum Seni Islam Terbesar di Asia Tenggara.... (Part 2)



Setelah puas berkeliling sembari memandangi satu persatu koleksi seni kaligrafi indah nan menawan di galeri lantai 1 IAMM, kami pun beranjak ke bagian lain di museum ini. Kami langsung menuju lantai 3 menggunakan elevator yang tersedia di sudut galeri. Tentu semua bertanya-tanya, kenapa kami melewatkan lantai 2? Ya... kami sengaja melewatkan lantai 2 karena galeri di lantai 2 sama halnya dengan galeri di lantai 1 hanya berfungsi sebagai galeri khusus yang digunakan untuk pameran sementara, dan saat kami berkunjung ke sana di galeri lantai 2 sedang tidak ada eksibisi apapun—selain eksibisi Nun Wa Al Qalam di galeri lantai 1. 



Pintu lift terbuka dan kami pun masuk ke dalam lift disusul oleh beberapa orang turis asing yang ada di belakang kami. Seketika suasana menjadi cair saat turis-turis tersebut menyambut senyuman kami dengan senyum yang tak kalah ramah dan perbincangan kecil pun dimulai di dalam lift. Perbincangan seputar kekaguman kami pada lift IAMM yang cantik. Ya... kami semua yang berada di lift waktu itu sama-sama terpukau melihat desain interior lift yang juga dipenuhi torehan-torehan kaligrafi Arab berwarna putih nan indah dan sangat detail. Kondisi lift yang masih sangat “mulus” dan tampak baru pun pasti membuat siapapun yang menikmati fasilitas ini akan merasa sangat nyaman.


Pintu lift terbuka, kami tiba di galeri lantai 3 dan kekaguman kami pada museum ini pun berlanjut. Di galeri ini disuguhkan beragam koleksi benda yang merepresentasikan keragaman masyarakat Islam dan budayanya. Secara garis besar galeri lantai 3 dibagi menjadi tiga kategori, yakni Galeri Arsitektur, Galeri Quran dan Manuskrip, dan Galeri Ottoman. Dan pertama kali keluar dari lift pandangan mata pengunjung akan langsung dihadapkan pada Galeri Arsitektur yang berisi koleksi miniatur-miniatur masjid megah berarsitektur unik dan indah yang ada di berbagai belahan dunia. Beberapa di antaranya adalah masjid-masjid paling suci dalam Islam, yakni Masjid Al Haram, Masjid Al Aqsa dan Masjid Nabawi. Ada juga miniatur-miniatur masjid dari belahan Asia Timur, Eropa dan Afrika. Miniatur-miniatur tersebut dibuat sedemikian indah dan sangat detail hingga benar-benar menyerupai aslinya. Cantik sekali!





Di samping miniatur-miniatur cantik tersebut, di lantai ini kita juga bisa melihat benda-benda bersejarah peninggalan Turki Utsmani dalam Galeri Ottoman serta beragam koleksi Quran dan manuskrip-manuskrip tua representasi sejarah perkembangan Islam selama berabad-abad yang terpajang di dalam Galeri Quran dan Manuskrip.    





Rasa penasaran dan antusiasme yang tak berkurang—meskipun sejujurnya kaki mulai lelah akibat mengitari hampir setiap sudut dari museum yang luasnya kurang lebih 30.000 meter persegi ini—membuat kami terus semangat melangkahkan kaki menuju galeri selanjutnya di lantai 4, yakni galeri yang berisi koleksi-koleksi keramik, logam, perhiasan dan tekstil peninggalan peradaban Islam dari berbagai wilayah mulai dari Asia, Timur Tengah, hingga Turki. Sayangnya, saya dan teman tak terlalu banyak menghabiskan waktu di galeri lantai 4 ini mengingat waktu yang sudah semakin sore. Kami pun bergegas turun ke lantai dasar.



Senang bukan kepalang, di lantai dasar tepat di muka lift terdapat toko museum yang menjual berbagai macam benda-benda kerajinan dan souvenir-souvenir khas IAMM dan negeri Malaysia. Tokonya luas dan sangat nyaman. Bagi Anda yang hobi shopping, waspadalah Anda bisa menghabiskan waktu lama di toko ini karena barang-barang yang dijual di sini sangat unik dan beragam, mulai dari tas, pakaian, perhiasan, buku-buku, hingga pernak-pernik kecil bercorak Islami lengkap dengan label IAMM. Saya akui, saya pun menghabiskan waktu lama di toko ini karena bingung dan terlalu asyik memilah-milih souvenir yang akan saya bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh. Lebih dari setengah jam berputar-putar di toko, pegalnya kaki kami tak bisa lagi ditahan. Kami pun menyudahi belanja, bergegas menuju kasir dan ke luar toko. Sejenak kami duduk di kursi-kursi kecil yang disediakan di depan toko untuk sekadar melemaskan otot kaki. Tak lupa kami manfaatkan momen santai ini untuk mengambil foto berbagai sudut ruang lantai dasar IAMM. Yang menarik, di luar ruangan terdapat kolam air mancur cantik dengan dominasi warna biru segar. Kalau boleh berasosiasi, begitu melihat kolam air mancur tersebut pikiran saya langsung teringat pada kolam-kolam bergaya ala istana-istana di India (Taj Mahal) atau Turki.       

Bagi pengunjung yang merasa lapar setelah lelah berkeliling museum, di seberang toko IAMM tadi juga terdapat sebuah restoran yang bisa dijadikan tempat singgah sejenak. Restorannya sangat nyaman dengan dekorasi ruangan yang dijamin bisa menambah selera makan. Setiap pengunjung juga akan dimanjakan oleh musik khas Arab dan Persia serta latar belakang pemandangan air mancur taman yang menenangkan—seperti yang saya jelaskan tadi. Makanan-makanan yang ditawarkan di restoran ini pun tak hanya masakan Melayu tetapi juga masakan-masakan khas dan populer dari berbagai negara Timur Tengah, seperti Libanon, Maroko, Yordania, Palestina dan Mesir.

Selain fasilitas-fasilitas tersebut, sebenarnya IAMM juga menyediakan sarana perpustakaan luas yang kabarnya mempunyai koleksi lebih dari 10.000 item berupa buku-buku (termasuk banyak buku langka), foto-foto, jurnal, naskah, dan sebagainya. Dan ternyata, perpustakaan IAMM juga merupakan Pusat Studi dan Dokumentasi untuk Penelitian Naskah Melayu di Malaysia. Jadi, bagi Anda yang mempunyai minat atau bahkan menggeluti studi naskah, IAMM dapat membantu Anda mengakses atau mendapatkan bahan-bahan yang berkaitan dengan studi naskah. Namun, sayangnya saya belum sempat mengunjungi perpustakaan tersebut waktu itu dan belum sempat juga mencari tahu apakah perlu izin khusus atau persyaratan tertentu—terutama bagi WNA—untuk masuk dan membaca buku-buku di dalamnya. 



Waktu menunjukkan pukul 04.30 sore waktu Malaysia, satu setengah jam menjelang IAMM ditutup (IAMM buka dari Senin s.d. Minggu jam 10 pagi - 6 sore). Kami merasa waktu untuk duduk-duduk santai sudah cukup. Otot-otot kaki sudah kembali siap menopang tubuh, semangat kami pun kembali muncul, tak sabar melanjutkan perjalanan menapaki destinasi-destinasi selanjutnya di Negeri Jiran. 

And finally done! Islamic Arts Museum Malaysia sudah di-checklist! Semoga cerita saya bisa menggoda Anda untuk datang ke sana.

*Alamat Islamic Arts Museum Malaysia:

Jalan Lembah Perdana 50480
Kuala Lumpur, Malaysia

Kamis, 26 Juni 2014

Ini Dia Museum Seni Islam Terbesar di Asia Tenggara.... (Part 1)





Bertandang ke sebuah negara tak akan lengkap rasanya jika kita tidak mengunjungi museum-museum yang terdapat di dalamnya, terlebih bagi para penyuka sejarah dan budaya seperti saya. Dan saat saya berkesempatan untuk melakukan perjalanan ke negara tetangga kita, Malaysia pada Maret lalu pun tujuan utama saya bukan lagi ke Petronas atau KLCC Tower (seperti wisatawan kebanyakan), melainkan sebuah museum yang sudah saya “incar” sejak lama. Museum ini dinobatkan sebagai museum seni Islam terbesar se-Asia Tenggara. Anda tahu museum apa? Ya... museum yang menjadi urutan pertama dalam places-to-go-list saya itu adalah Islamic Arts Museum Malaysia atau Muzium Kesenian Islam Malaysia (dalam bahasa Melayu).

Tidak sulit menemukan IAMM (Islamic Arts Museum Malaysia) karena letaknya yang strategis dan berada di pusat kota Kuala Lumpur. Lokasi museum ini mudah dijangkau dengan moda transportasi apapun—mobil, LRT, bus, taxi, dll. Kebetulan, waktu itu sebelum mengunjungi IAMM saya terlebih dulu singgah di Masjid Negara. Jadi, saya hanya harus berjalan kaki sekitar 5 sampai 10 menit untuk sampai di IAMM berhubung letak IAMM yang terbilang dekat dari Masjid Negara. Berjalan kaki di Malaysia ternyata memberikan keseruan tersendiri bagi saya. Selama berjalan kaki menuju IAMM saya rasakan jalanan sepi sekali —hanya satu dua orang berlalu lalang, mungkin juga karena waktu itu adalah hari minggu yang notabene merupakan hari libur. Hal menarik lain yang saya jumpai di sepanjang jalan adalah kondisi jalan di Kuala Lumpur yang sangat bersih dari sampah. Jujur, kondisi ini agak “menyentil” saya sebagai warga Indonesia, khususnya Jakarta.        


Setelah kurang lebih 10 menit berjalan kaki, akhirnya saya tiba juga di depan IAMM. Dari depan, bentuk bangunan IAMM tampak unik dan megah. Dinding bagian depannya dipercantik dengan adanya tulisan kaligrafi Arab berukuran besar beserta iluminasi-luminasi bercorak indah yang didominasi warna biru, putih, dan kuning keemasan. Mata saya tak hanya dimanjakan oleh bangunan IAMM yang cantik, tetapi juga lingkungan sekitarnya yang tertata rapi dan asri dikelilingi pepohonan rimbun. Langkah kaki saya percepat saat mulai memasuki pelataran gedung IAMM karena begitu penasaran dan tak sabar ingin melihat seperti apa bagian dalam museum tersebut. 


Pintu otomatis langsung terbuka seraya menyambut langkah kaki saya yang mulai menginjak lobi museum. Begitu masuk, saya langsung menuju ke meja resepsionis. Di sana sudah berdiri seorang resepsionis cantik berhijab menyambut kedatangan saya dengan salam hangat dan senyum ramah, “Assalamualaikum.... Selamat datang di Islamic Arts Museum Malaysia” begitu kira-kira ucapannya seingat saya, tentunya dengan logat melayu yang sangat kental. Resepsionis pun langsung menanyakan berapa jumlah tiket masuk yang akan saya beli. Waktu itu kebetulan saya membeli 2 tiket masuk IAMM karena saya berkunjung bersama dengan seorang teman. Harga 1 tiket (untuk wisatawan asing) adalah MYR 14.00 untuk dewasa dan untuk anak-anak harga tiket lebih murah, yakni MYR 7.00. Sementara untuk wisatawan lokal harga tiket yang diberlakukan jauh lebih murah lagi dibandingkan harga-harga yang telah saya sebutkan. Dua tiket saya beli dengan total harga MYR 28.00 atau sekitar Rp112.000,00 (nilai kurs waktu itu 1 ringgit Malaysia berkisar hampir Rp4.000,00). Bersama tiket tersebut diberikan juga buku panduan museum yang menjelaskan segala hal seputar IAMM dan isi-isinya.


Interior museum ini betul-betul mengagumkan, semua sudut tampak terpelihara dengan baik. Itu baru di bagian lobinya saja, Bagaimana dengan ruang galerinya? Rasa penasaran makin membuat saya bersemangat untuk segera menuju ke dalam. Dan beruntungnya kami, saat kami ingin beranjak menuju ke dalam galeri, resepsionis menjelaskan bahwa di lantai 1 sedang ada eksibisi seni kaligrafi. Wah... semangat saya makin menggebu-gebu menuju ruang galeri di lantai 1. Begitu memasuki galeri saya langsung dibawa ke dalam sebuah kondisi yang sangat nyaman karena interior galeri yang indah dan karena saya dikelilingi puluhan lukisan kaligrafi menakjubkan. 



Sesuai kata resepsionis tadi, di galeri ini memang sedang diselenggarakan eksibisi bertema Nun Wa Al Qalam. Dalam eksibisi ini dipamerkan hasil karya seni kaligrafi Islam kontemporer dari 36 seniman yang berasal dari 8 negara, antara lain Iran, India, Jepang, termasuk Malaysia sendiri. Hasil karyanya jangan ditanya, betul-betul mengagumkan. Memandangi satu persatu lukisan kaligrafi dengan beragam bentuk dan goresan warna, ditambah makna mendalam yang disampaikan secara tersirat oleh masing-masing empunya lukisan, sungguh sayang kalau dilewatkan. Tangan saya pun tak tahan untuk mengabadikan satu per satu dalam bidikan kamera. Untungnya tak ada larangan bagi pengunjung IAMM untuk menggunakan kamera, asalkan tidak menggunakan lampu blitz (flash) dan tidak menyentuh langsung (dengan tangan) karya-karya yang dipamerkan. 

To be continued....