Jumat, 08 Agustus 2014

Ini Dia Museum Seni Islam Terbesar di Asia Tenggara.... (Part 2)



Setelah puas berkeliling sembari memandangi satu persatu koleksi seni kaligrafi indah nan menawan di galeri lantai 1 IAMM, kami pun beranjak ke bagian lain di museum ini. Kami langsung menuju lantai 3 menggunakan elevator yang tersedia di sudut galeri. Tentu semua bertanya-tanya, kenapa kami melewatkan lantai 2? Ya... kami sengaja melewatkan lantai 2 karena galeri di lantai 2 sama halnya dengan galeri di lantai 1 hanya berfungsi sebagai galeri khusus yang digunakan untuk pameran sementara, dan saat kami berkunjung ke sana di galeri lantai 2 sedang tidak ada eksibisi apapun—selain eksibisi Nun Wa Al Qalam di galeri lantai 1. 



Pintu lift terbuka dan kami pun masuk ke dalam lift disusul oleh beberapa orang turis asing yang ada di belakang kami. Seketika suasana menjadi cair saat turis-turis tersebut menyambut senyuman kami dengan senyum yang tak kalah ramah dan perbincangan kecil pun dimulai di dalam lift. Perbincangan seputar kekaguman kami pada lift IAMM yang cantik. Ya... kami semua yang berada di lift waktu itu sama-sama terpukau melihat desain interior lift yang juga dipenuhi torehan-torehan kaligrafi Arab berwarna putih nan indah dan sangat detail. Kondisi lift yang masih sangat “mulus” dan tampak baru pun pasti membuat siapapun yang menikmati fasilitas ini akan merasa sangat nyaman.


Pintu lift terbuka, kami tiba di galeri lantai 3 dan kekaguman kami pada museum ini pun berlanjut. Di galeri ini disuguhkan beragam koleksi benda yang merepresentasikan keragaman masyarakat Islam dan budayanya. Secara garis besar galeri lantai 3 dibagi menjadi tiga kategori, yakni Galeri Arsitektur, Galeri Quran dan Manuskrip, dan Galeri Ottoman. Dan pertama kali keluar dari lift pandangan mata pengunjung akan langsung dihadapkan pada Galeri Arsitektur yang berisi koleksi miniatur-miniatur masjid megah berarsitektur unik dan indah yang ada di berbagai belahan dunia. Beberapa di antaranya adalah masjid-masjid paling suci dalam Islam, yakni Masjid Al Haram, Masjid Al Aqsa dan Masjid Nabawi. Ada juga miniatur-miniatur masjid dari belahan Asia Timur, Eropa dan Afrika. Miniatur-miniatur tersebut dibuat sedemikian indah dan sangat detail hingga benar-benar menyerupai aslinya. Cantik sekali!





Di samping miniatur-miniatur cantik tersebut, di lantai ini kita juga bisa melihat benda-benda bersejarah peninggalan Turki Utsmani dalam Galeri Ottoman serta beragam koleksi Quran dan manuskrip-manuskrip tua representasi sejarah perkembangan Islam selama berabad-abad yang terpajang di dalam Galeri Quran dan Manuskrip.    





Rasa penasaran dan antusiasme yang tak berkurang—meskipun sejujurnya kaki mulai lelah akibat mengitari hampir setiap sudut dari museum yang luasnya kurang lebih 30.000 meter persegi ini—membuat kami terus semangat melangkahkan kaki menuju galeri selanjutnya di lantai 4, yakni galeri yang berisi koleksi-koleksi keramik, logam, perhiasan dan tekstil peninggalan peradaban Islam dari berbagai wilayah mulai dari Asia, Timur Tengah, hingga Turki. Sayangnya, saya dan teman tak terlalu banyak menghabiskan waktu di galeri lantai 4 ini mengingat waktu yang sudah semakin sore. Kami pun bergegas turun ke lantai dasar.



Senang bukan kepalang, di lantai dasar tepat di muka lift terdapat toko museum yang menjual berbagai macam benda-benda kerajinan dan souvenir-souvenir khas IAMM dan negeri Malaysia. Tokonya luas dan sangat nyaman. Bagi Anda yang hobi shopping, waspadalah Anda bisa menghabiskan waktu lama di toko ini karena barang-barang yang dijual di sini sangat unik dan beragam, mulai dari tas, pakaian, perhiasan, buku-buku, hingga pernak-pernik kecil bercorak Islami lengkap dengan label IAMM. Saya akui, saya pun menghabiskan waktu lama di toko ini karena bingung dan terlalu asyik memilah-milih souvenir yang akan saya bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh. Lebih dari setengah jam berputar-putar di toko, pegalnya kaki kami tak bisa lagi ditahan. Kami pun menyudahi belanja, bergegas menuju kasir dan ke luar toko. Sejenak kami duduk di kursi-kursi kecil yang disediakan di depan toko untuk sekadar melemaskan otot kaki. Tak lupa kami manfaatkan momen santai ini untuk mengambil foto berbagai sudut ruang lantai dasar IAMM. Yang menarik, di luar ruangan terdapat kolam air mancur cantik dengan dominasi warna biru segar. Kalau boleh berasosiasi, begitu melihat kolam air mancur tersebut pikiran saya langsung teringat pada kolam-kolam bergaya ala istana-istana di India (Taj Mahal) atau Turki.       

Bagi pengunjung yang merasa lapar setelah lelah berkeliling museum, di seberang toko IAMM tadi juga terdapat sebuah restoran yang bisa dijadikan tempat singgah sejenak. Restorannya sangat nyaman dengan dekorasi ruangan yang dijamin bisa menambah selera makan. Setiap pengunjung juga akan dimanjakan oleh musik khas Arab dan Persia serta latar belakang pemandangan air mancur taman yang menenangkan—seperti yang saya jelaskan tadi. Makanan-makanan yang ditawarkan di restoran ini pun tak hanya masakan Melayu tetapi juga masakan-masakan khas dan populer dari berbagai negara Timur Tengah, seperti Libanon, Maroko, Yordania, Palestina dan Mesir.

Selain fasilitas-fasilitas tersebut, sebenarnya IAMM juga menyediakan sarana perpustakaan luas yang kabarnya mempunyai koleksi lebih dari 10.000 item berupa buku-buku (termasuk banyak buku langka), foto-foto, jurnal, naskah, dan sebagainya. Dan ternyata, perpustakaan IAMM juga merupakan Pusat Studi dan Dokumentasi untuk Penelitian Naskah Melayu di Malaysia. Jadi, bagi Anda yang mempunyai minat atau bahkan menggeluti studi naskah, IAMM dapat membantu Anda mengakses atau mendapatkan bahan-bahan yang berkaitan dengan studi naskah. Namun, sayangnya saya belum sempat mengunjungi perpustakaan tersebut waktu itu dan belum sempat juga mencari tahu apakah perlu izin khusus atau persyaratan tertentu—terutama bagi WNA—untuk masuk dan membaca buku-buku di dalamnya. 



Waktu menunjukkan pukul 04.30 sore waktu Malaysia, satu setengah jam menjelang IAMM ditutup (IAMM buka dari Senin s.d. Minggu jam 10 pagi - 6 sore). Kami merasa waktu untuk duduk-duduk santai sudah cukup. Otot-otot kaki sudah kembali siap menopang tubuh, semangat kami pun kembali muncul, tak sabar melanjutkan perjalanan menapaki destinasi-destinasi selanjutnya di Negeri Jiran. 

And finally done! Islamic Arts Museum Malaysia sudah di-checklist! Semoga cerita saya bisa menggoda Anda untuk datang ke sana.

*Alamat Islamic Arts Museum Malaysia:

Jalan Lembah Perdana 50480
Kuala Lumpur, Malaysia

Kamis, 26 Juni 2014

Ini Dia Museum Seni Islam Terbesar di Asia Tenggara.... (Part 1)





Bertandang ke sebuah negara tak akan lengkap rasanya jika kita tidak mengunjungi museum-museum yang terdapat di dalamnya, terlebih bagi para penyuka sejarah dan budaya seperti saya. Dan saat saya berkesempatan untuk melakukan perjalanan ke negara tetangga kita, Malaysia pada Maret lalu pun tujuan utama saya bukan lagi ke Petronas atau KLCC Tower (seperti wisatawan kebanyakan), melainkan sebuah museum yang sudah saya “incar” sejak lama. Museum ini dinobatkan sebagai museum seni Islam terbesar se-Asia Tenggara. Anda tahu museum apa? Ya... museum yang menjadi urutan pertama dalam places-to-go-list saya itu adalah Islamic Arts Museum Malaysia atau Muzium Kesenian Islam Malaysia (dalam bahasa Melayu).

Tidak sulit menemukan IAMM (Islamic Arts Museum Malaysia) karena letaknya yang strategis dan berada di pusat kota Kuala Lumpur. Lokasi museum ini mudah dijangkau dengan moda transportasi apapun—mobil, LRT, bus, taxi, dll. Kebetulan, waktu itu sebelum mengunjungi IAMM saya terlebih dulu singgah di Masjid Negara. Jadi, saya hanya harus berjalan kaki sekitar 5 sampai 10 menit untuk sampai di IAMM berhubung letak IAMM yang terbilang dekat dari Masjid Negara. Berjalan kaki di Malaysia ternyata memberikan keseruan tersendiri bagi saya. Selama berjalan kaki menuju IAMM saya rasakan jalanan sepi sekali —hanya satu dua orang berlalu lalang, mungkin juga karena waktu itu adalah hari minggu yang notabene merupakan hari libur. Hal menarik lain yang saya jumpai di sepanjang jalan adalah kondisi jalan di Kuala Lumpur yang sangat bersih dari sampah. Jujur, kondisi ini agak “menyentil” saya sebagai warga Indonesia, khususnya Jakarta.        


Setelah kurang lebih 10 menit berjalan kaki, akhirnya saya tiba juga di depan IAMM. Dari depan, bentuk bangunan IAMM tampak unik dan megah. Dinding bagian depannya dipercantik dengan adanya tulisan kaligrafi Arab berukuran besar beserta iluminasi-luminasi bercorak indah yang didominasi warna biru, putih, dan kuning keemasan. Mata saya tak hanya dimanjakan oleh bangunan IAMM yang cantik, tetapi juga lingkungan sekitarnya yang tertata rapi dan asri dikelilingi pepohonan rimbun. Langkah kaki saya percepat saat mulai memasuki pelataran gedung IAMM karena begitu penasaran dan tak sabar ingin melihat seperti apa bagian dalam museum tersebut. 


Pintu otomatis langsung terbuka seraya menyambut langkah kaki saya yang mulai menginjak lobi museum. Begitu masuk, saya langsung menuju ke meja resepsionis. Di sana sudah berdiri seorang resepsionis cantik berhijab menyambut kedatangan saya dengan salam hangat dan senyum ramah, “Assalamualaikum.... Selamat datang di Islamic Arts Museum Malaysia” begitu kira-kira ucapannya seingat saya, tentunya dengan logat melayu yang sangat kental. Resepsionis pun langsung menanyakan berapa jumlah tiket masuk yang akan saya beli. Waktu itu kebetulan saya membeli 2 tiket masuk IAMM karena saya berkunjung bersama dengan seorang teman. Harga 1 tiket (untuk wisatawan asing) adalah MYR 14.00 untuk dewasa dan untuk anak-anak harga tiket lebih murah, yakni MYR 7.00. Sementara untuk wisatawan lokal harga tiket yang diberlakukan jauh lebih murah lagi dibandingkan harga-harga yang telah saya sebutkan. Dua tiket saya beli dengan total harga MYR 28.00 atau sekitar Rp112.000,00 (nilai kurs waktu itu 1 ringgit Malaysia berkisar hampir Rp4.000,00). Bersama tiket tersebut diberikan juga buku panduan museum yang menjelaskan segala hal seputar IAMM dan isi-isinya.


Interior museum ini betul-betul mengagumkan, semua sudut tampak terpelihara dengan baik. Itu baru di bagian lobinya saja, Bagaimana dengan ruang galerinya? Rasa penasaran makin membuat saya bersemangat untuk segera menuju ke dalam. Dan beruntungnya kami, saat kami ingin beranjak menuju ke dalam galeri, resepsionis menjelaskan bahwa di lantai 1 sedang ada eksibisi seni kaligrafi. Wah... semangat saya makin menggebu-gebu menuju ruang galeri di lantai 1. Begitu memasuki galeri saya langsung dibawa ke dalam sebuah kondisi yang sangat nyaman karena interior galeri yang indah dan karena saya dikelilingi puluhan lukisan kaligrafi menakjubkan. 



Sesuai kata resepsionis tadi, di galeri ini memang sedang diselenggarakan eksibisi bertema Nun Wa Al Qalam. Dalam eksibisi ini dipamerkan hasil karya seni kaligrafi Islam kontemporer dari 36 seniman yang berasal dari 8 negara, antara lain Iran, India, Jepang, termasuk Malaysia sendiri. Hasil karyanya jangan ditanya, betul-betul mengagumkan. Memandangi satu persatu lukisan kaligrafi dengan beragam bentuk dan goresan warna, ditambah makna mendalam yang disampaikan secara tersirat oleh masing-masing empunya lukisan, sungguh sayang kalau dilewatkan. Tangan saya pun tak tahan untuk mengabadikan satu per satu dalam bidikan kamera. Untungnya tak ada larangan bagi pengunjung IAMM untuk menggunakan kamera, asalkan tidak menggunakan lampu blitz (flash) dan tidak menyentuh langsung (dengan tangan) karya-karya yang dipamerkan. 

To be continued....

Kamis, 19 Juni 2014

Menjajal Kereta Api Bandara Pertama di Indonesia


Sumatra Utara... salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir-nya. Dua ikon cantik itu pula—Toba dan Samosir—yang berhasil membangkitkan ketertarikan saya untuk bisa datang menginjakkan kaki langsung di tempat ini. Kepopuleran Danau Toba dan Pulau Samosir sudah saya dengar sejak kecil (lebih tepatnya sejak saya mengenal pelajaran IPS di sekolah dasar hehe...) meskipun baru sebatas mengenal nama besarnya. Seiring antusiasme saya yang semakin tinggi terhadap “dunia traveling”, muncul pula rasa penasaran dan agak malu (terhadap diri sendiri) karena belum pernah sama sekali mengunjungi Toba dan Samosir sebagai salah satu ikon Indonesia yang nama besarnya bahkan sudah saya dengar sejak SD. 
 

Akhirnya, tanpa berpikir lama saya memantapkan hati untuk pergi ke Sumatra Utara pada Januari 2014 yang lalu. Bersama seorang teman yang sudah menjadi travelmate sejati saya (Tisnania Walyuni Wijiastuti) hehe... kami berdua melakukan perjalanan singkat untuk “membedah” Sumatra Utara. Hanya dalam waktu 3 hari 2 malam kami mencoba menjejakkan kaki di berbagai tempat menarik di wilayah Medan, Parapat, Toba, Samosir dan sekitarnya. 


Beruntungnya kami, pertama kali datang ke Medan kami bisa langsung menjajal Bandara Internasional Kualanamu yang baru (bukan lagi Bandara Polonia). Bandara Kualanamu sudah dibuka sejak akhir Juli 2013, namun baru diresmikan operasionalnya oleh Presiden RI pada bulan Maret 2014. Jadi, waktu saya datang Januari lalu sebenarnya pengoperasian bandara ini belum diresmikan, tak heran kalau di beberapa bagian bandara masih terlihat proses pengerjaan konstruksi yang belum rampung. Meskipun begitu, tak terlalu mengganggu kenyamanan para pengunjung bandara. Dan saya bisa bilang bahwa Bandara Kualanamu adalah bandara yang cukup megah dengan bentuk arsitektur menarik. Konon katanya, bandara ini juga merupakan bandara ke empat di Indonesia yang bisa didarati pesawat penumpang super besar sekelas Airbus A380, selain Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Bandara Internasional Hang Nadim dan Bandara Internasional Ngurah Rai. 



Tak hanya megah dan memiliki landasan luas, Bandara Kualanamu juga dilengkapi dengan fasilitas kereta api bandara. Ini menjadi sangat menarik karena fasilitas semacam ini baru pertama kali lhooo  diterapkan di Indonesia dan Kualanamu adalah bandara pertama di Indonesia yang menerapkannya (bahkan belum tersedia di Bandara Soekarno-Hatta). Dengan adanya fasilitas tersebut, masyarakat mempunyai pilihan transportasi alternatif yang dapat mempermudah akses keluar masuk bandara, yang tentunya lebih efisien dari sisi waktu dan lebih baik dari sisi kenyamanan.  






Tak ingin melewatkan kesempatan bagus ini, saat di Medan saya dan teman juga menjajal fasilitas kereta api bandara ini. Kami menggunakan kereta api saat perjalanan pulang dari Kota Medan menuju Bandara Kualanamu. Kami berangkat dari Stasiun Medan dan tiket menuju Kualanamu dapat langsung dibeli di stasiun. Harga tiket kereta api untuk tujuan Medan – Kualanamu adalah sebesar Rp80.000,00, harga yang sama juga berlaku untuk perjalanan sebaliknya dari Kualanamu menuju Stasiun Medan. Setelah membayar Rp80.000,00 per orang kita akan mendapatkan satu tiket yang berbentuk kartu elektronik yang dapat terdeteksi mesin tapping (yah... semacam kartu yang digunakan untuk commuter line di Jakarta). Di Stasiun Medan disediakan fasilitas ruang tunggu yang nyaman bagi para pengguna kereta api bandara. Setelah membeli tiket, kami menunggu sejenak di ruang tunggu. Namun, tak lama kemudian terdengar informasi bahwa gate untuk kereta api menuju bandara telah dibuka. Saya dan teman saya pun langsung bergegas. Untuk menuju kereta api, terlebih dahulu kami harus melewati gate dan proses tapping menggunakan tiket yang telah kami beli tadi. 


Setelah melewati gate pun saya dikejutkan dengan penampakan sebuah kereta api yang bagus dan masih mulus. “Wow... serius keretanya masih bagus bangeeet!” Kata-kata itu yang secara refleks terlontar dari mulut saya begitu melihat wujud keretanya (agak norak haha...). Kami berdua pun segera memasuki gerbong kereta dan mencari kursi sesuai nomor yang tertera di tiket. Karena agak sedikit kebingungan mencari kursi kami, saya pun bertanya kepada salah satu “pramugari” yang ada di sana dan dengan sigap ia mengantarkan kami ke kursi (Yap... layaknya di pesawat terbang atau kereta eksekutif, di tiap gerbong kereta api ini juga terdapat seorang petugas wanita serupa pramugari yang senantiasa siap sedia membantu para penumpang.





Saya duduk di kursi yang telah ditunjukkan oleh petugas wanita tadi sambil sibuk memperhatikan tiap sudut gerbong karena agak takjub. Kereta tersebut terbilang luar biasa bagus terlebih jika dibandingkan dengan bentuk kereta api pada umumnya yang ada di Indonesia atau Jakarta. Semua yang ada di dalam kereta tersebut tampak baru dan bergaya modern. Usut punya usut kereta api ini diimpor langsung dari Korea Selatan. Dan momen seperti ini sayang kalau tidak diabadikan. Seketika saya mengeluarkan kamera dan sibuk memotret sana-sini. 



Perjalanan dari Medan menuju Kualanamu menggunakan kereta api ini dapat ditempuh antara 35 – 45 menit. Kereta ini berjalan santai, jadi para penumpang juga dapat asyik menikmati bahkan memotret pemandangan Kota Medan yang indah selama berada di perjalanan. Dan bagi penumpang yang tiba-tiba ingin update status di social media tapi kesulitan mengakses internet? Hehe... Jangan khawatir karena kereta api ini dilengkapi dengan wifi. Keren kan... Lumayan... 45 menit akses internet gratis haha... 



Setelah menempuh kurang lebih 45 menit perjalanan, akhirnya kami sampai di Bandara Internasional Kualanamu. Begitu keluar kereta, penumpang tak perlu lagi berjalan jauh untuk masuk ke bandara hanya tinggal keluar dari gate stasiun yang terhubung langsung dengan bagian dalam bandara. Hopefully... di lain waktu akan kembali lagi ke Medan dan merasakan Kualanamu dan railink services-nya untuk yang ke dua kali, tiga kali, dan seterusnya. Dan berharap secepatnya akan ada moda transportasi serupa di Bandara Internasional Soekarno-Hatta! Amin... hehe...

Traveling akan selalu mempertemukan kita pada hal-hal baru yang ajaib di luar sana. Ada kalanya senang, bangga, merasa tangguh, sulit, lelah, menegangkan dan penuh kejutan. Tak pernah bisa diduga tapi kelak akan jadi cerita bahagia! 

Traveling will always lead us with new things magical out there. There are times when being pleasant, prides, tough, tired, stressed and full of surprises. Unpredictable but later certainly it will be a happy story!

** Puri Yuanita Yuwono **